Nama
: Milah Nurkamilah
NIM
: 13709251083
PPs
UNY Pendidikan Matematika Kelas B 2013
Mata
Kuliah Filsafat Ilmu
Kamis,
19 September 2013
Dosen
: Prof. Dr. Marsigit, M.A.
“ Aku berpikir, maka aku ada “
Berfilsafat itu melakukan olah pikir,
cara berfilsafat setiap orang itu berbeda, bergantung pada latar belakang
masing-masing orang. Cara berfilsafat orang beragama berbeda dengan yang tidak
beragama, cara berfilsafat orang islam berbeda dengan cara berfilsafat orang
yahudi, dan berbeda suku juga membedakan cara berfilsafat mereka. Jadi
berfilsafat itu sesuai dengan konteksnya. Berfilsafat berarti melakukan olah
pikir yang masih terbuka spiritualnya termasuk nonspiritualnya, oleh karena itu
hendaknya meletakkan dasar spiritual sebagai fondasi dan muara ketika
berfilsafat. Berfilsafat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, karena
berfilsafat merupakan kegiatan olah pikir atau menggunakan pikiran, jika tidak
berfilsafat atau tidak menggunakan pikiran berarti sama dengan orang gila
karena orang gila tidak menggunakan pikirannya dalam bertindak atau pikirannya
terganggu. Akan tetapi, supaya berfilsafat terarah dan tidak salah, maka
lakukan filsafat yang bersifat reflektif (bertanya mengapa dan bagaimana) serta
kembalikan pada spiritual, karena diatas langit filsafat masih ada langit
spiritual.
Berfilsafat harus memiliki kesadaran
diri sendiri terhadap orientasi ruang dan waktu. Berfilsafat berarti melakukan
manipulasi ruang dan waktu, ruang itu bukan ruangan seperti kelas, tetapi
sebagai ilustrasi kepala merupakan ruang bagi pikiran, baju merupakan ruang,
dan lain sebagainya. Jika seseorang tidak memiliki kesadaran akan orientasi
ruang dan waktu maka orang itu gila. Manipulasi waktu misalnya, ketika kita
berpikir tentang diri kita, darimana asal kita? Dari masa depan, artinya kita
disini merupakan sosok yang sedang berusaha mencapai cita-cita kita di masa
depan, dengan merencanakan dan melaksanakan rencana untuk mendapatkan impian
kita di masa depan, semua yang dilakukan disesuaikan dengan cita-cita di masa
depan. Manipulasi ruang misalnya, rumahku istanaku, artinya bukan berarti
rumahnya berbentuk istana akan tetapi ketika dalam rumah mendapatkan rasa
nyaman selayaknya berada di istana.
Filsafat itu belajar menjadi peka dengan
paham terhadap dimensi ruang dan waktu, sopan santun terhadap dimensi ruang dan
waktu, dengan menggunakan bahasa analogi, karena bahasa analog mampu
mengkomunikasikan unsur-unsur dalam dimensi yang berbeda. Budaya berkembang
karena adanya bahasa analog. Secara filsafat, menggunakan bahasa analog juga
muncul sebagai akibat dari kekurangan manusia itu sendiri, sehingga terdapat
penyakit bahasa, satu kata memiliki banyak makna dan satu makna memiliki banyak
kata yang dapat digunakan, inilah bahasa analog. Tanpa bahasa analog kita tidak
bisa berfilsafat, karena tidak ada penghubung yang menjadi penjelas. Misalnya
ketika berbicara kepada orang yang lebih tua atau orang yang lebih muda tentu
menggunakan pilihan kata yang berbeda karena mereka memiliki dimensi yang
berbeda.
Contoh bahasa
analog, merah artinya berani, putih artinya suci, atau misalnya pada tradisi
orang jawa saat lebaran membuat ketupat, ketupat itu dianalogikan dari lepat
yang maknanya adalah mohon maav dari semua kesalahan. Contoh lain misalnya, aku adalah wajahku,
itu merupakan bahasa analog yang mungkin artinya bahwa dirinya merupakan
cerminan dari pikiran dan tingkah lakunya.
Jadi, dalam penggunaan bahasa analog itu
yang terpenting adalah bagaimana kita memberikan makna didalamnya atau
penjelasannya.
Kita mengenal noumena, intuisi, dan
metafisika dalam filsafat. Ketiga hal tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1.
Immanuel
Kant membagi dua bagian ada, pertama yang bisa dilihat oleh panca indera
disebut Phenomena, sedangkan yang kedua yang tidak dapat diindera disebut
noumena. Noumena itu merupakan pembagian, yang bisa dipikir tapi tidak bisa
dilihat. Contoh, apakah tuhan itu ada? Tentu saja ada, buktinya kita mendengar
suara adzan, tidak hanya mendengar tapi kita kerjakan solat, hal itu
menunjukan bahwa Tuhan itu ada, walaupun
tidak dapat di indera. Inilah yang disebut dengan noumena.
2.
Intuisi
merupakan ekspresi mengerti tetapi tidak bisa diungkapkan, namun tetap meyakini
kebenarannya. Sebagai ilustrasi, kata cinta, setiap orang bisa mendefinisikan
cinta secara tepat dan setiap orang memiliki definisi yang berbeda tentang
cinta, bahkan ada yang tidak dapat mendefinisikan cinta, tapi kita tau dan
merasakan apa itu cinta. Implikasi dalam pembelajaran, yang harus diperhatikan
bahwa dunia anak itu penuh dengan intuisi, mereka mengerti tapi tidak bisa
dikatakan. Mereka bisa membedakan jauh, dekat, tetapi tidak dapat mendefinisikan.
Oleh karena itu, guru matematika di Sekolah Dasar (SD) masih didominasi oleh
intuisi dalam proses pembelajaran. Intuisi bisa diukur dengan menggunakan
indikator/karakteristik. Prof. Dr. Marsigit, M.A., menyatakan bahwa separuh
dunia masih dipenuhi dengan intuisi tidak semua dapat didefinisikan.
3.
Istilah
metafisika dikemukakan oleh Aristoteles, meta itu artinya setelah, metafisika
berarti setelah fisika. Pengertian metafisika secara ontologi dalam filsafat
yaitu makna dibalik sesuatu, secara sadar maupun tidak sadar manusia memahami
atau mengalami metafisik. Sebagai ilustrasi, jilbab itu merupakan penutup
kepala secara fisik berupa kerudung, tetapi dibalik itu jilbab merupakan
penutup aurat yang seharusnya tidak diperlihatkan bagi seorang perempuan atau
merupakan lambang kecantikan dari seorang perempuan. Struktur bangunan vertikal
dan mendatar, kesepahaman yang tidak ditulis itulah filsafat normatif, artinya
dibalik makna ada makna, yang disebut metafisik. Metafisika banyak digunakan
dalam pembelajaran matematika, bukan hanya terfokus pada hapalan tetapi harus
mengetahui makna dibalik dalil atau teorema dalam matematika. Jadi, aplikasi
dari metafisika yaitu penggunaan model pembelajaran yang meaningful dalam pembelajaran matematika.
Berfilsafat itu bersifat intensif (sedalam-dalamnya)
dan ekstensif (seluas-luasnya). Rene Descartes menyatakan “ Aku berpikir, maka
aku ada”, untuk membuktikan keberadaan yang tidak ada dengan cara berpikir dan
bertanya, sehingga bisa membedakan antara mimpi dengan dunia nyata. Sebagai
ilustrasi, keberadaan Indonesia dalam konferensi internasional ada tetapi
keberadaannya dianggap tidak ada, karena hanya diam dan tidak memberikan
kontribusi masukan, baik berupa masukan, pertanyaan atau protes, sehingga dianggap tidak ada. Jadi, agar kita
ada maka harus banyak membaca sehingga kita berpikir dan bertanya.
Tidak ada itu memiliki arti tidak dapat
dilihat, tidak dapat disentuh, dan tidak dapat didengar. Ada itu bermacam-macam
dan berdimensi. Objek filsafat bukan terfokus kepada sulit atau tidak sulit
sesuatu hal dipikirkan, akan tetapi bergantung kepada kemampuan kita dalam
memikirkannya. Apakah alat yang digunakan benar? Apakah wadahnya benar? Karena
untuk memikirkan sesuatu kita harus memiliki alat bisa berupa pengetahuan dan wadah
berupa tempat, situasi, atau waktu yang tepat untuk memikirkan dan
mengungkapkannya. Jangan sampai memikirkan dan mengungkapkan sesuatu tidak pada
tempatnya, karena isi tanpa wadah itu berarti kosong.
Hakekat filsafat itu salah tafsir, atau
tafsiran yang disalah-salahkan, dengan demikian kita dapat berpikir kritis.
Akan tetapi, proses berpikir kritis dalam penafsiran tersebut harus
memperhatikan Etik dan estetika, ditujukan bagi kebaikan dan kemaslahatan umat
manusia. Tidak merupakan penafsiran yang asal dan menyesatkan. Sebagai
ilustrasi, kita dapat menganalisis mengenai permen kurikulum 2013, kita harus
berpikir kritis sehingga mampu menemukan kesalahan didalamnya dengan tujuan
untuk memperbaiki.
Diatas payung filsafat masih ada payung
spiritual, segala sesuatu hendaknya kita kembalikan pada spiritual sebagai
fondasi dan muara. Pertanyaan kemana manusia setelah mati? Tentunya sebagai
seorang muslim, sesuai dengan surat Al-Baqoroh ayat 156, yang artinya “...Sesungguhnya
kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jualah kami kembali”. Namun, surga atau neraka yang dituju
bergantung pada amalan yang kita lakukan selama di dunia.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ada itu ada tiga macam, yaitu : ada,
mengada, dan pengada. Mengada merupakan usaha agar kita mendapatkan
pengada(hasil). Dengan demikian keberadaan itu penting, seperti yang
diungkapkan Rene Descartes “ Aku berpikir, maka aku ada “. Keberadaan kita ada
jika kita berpikir, dan berpikir dapat ada jika kita membaca. Sebagai mahasiswa
hendaknya kita memaksimalkan olah pikir kita sehingga bisa menghasilkan suatu
karya yang mampu menunjukan keberadaan kita.