Rabu, 25 September 2013

Refleksi 1 : “ Aku berpikir, maka aku ada “



Nama   : Milah Nurkamilah
NIM    : 13709251083
PPs UNY Pendidikan Matematika Kelas B 2013

Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Kamis, 19 September 2013
Dosen : Prof. Dr. Marsigit, M.A.


“ Aku berpikir, maka aku ada “

Berfilsafat itu melakukan olah pikir, cara berfilsafat setiap orang itu berbeda, bergantung pada latar belakang masing-masing orang. Cara berfilsafat orang beragama berbeda dengan yang tidak beragama, cara berfilsafat orang islam berbeda dengan cara berfilsafat orang yahudi, dan berbeda suku juga membedakan cara berfilsafat mereka. Jadi berfilsafat itu sesuai dengan konteksnya. Berfilsafat berarti melakukan olah pikir yang masih terbuka spiritualnya termasuk nonspiritualnya, oleh karena itu hendaknya meletakkan dasar spiritual sebagai fondasi dan muara ketika berfilsafat. Berfilsafat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, karena berfilsafat merupakan kegiatan olah pikir atau menggunakan pikiran, jika tidak berfilsafat atau tidak menggunakan pikiran berarti sama dengan orang gila karena orang gila tidak menggunakan pikirannya dalam bertindak atau pikirannya terganggu. Akan tetapi, supaya berfilsafat terarah dan tidak salah, maka lakukan filsafat yang bersifat reflektif (bertanya mengapa dan bagaimana) serta kembalikan pada spiritual, karena diatas langit filsafat masih ada langit spiritual.
Berfilsafat harus memiliki kesadaran diri sendiri terhadap orientasi ruang dan waktu. Berfilsafat berarti melakukan manipulasi ruang dan waktu, ruang itu bukan ruangan seperti kelas, tetapi sebagai ilustrasi kepala merupakan ruang bagi pikiran, baju merupakan ruang, dan lain sebagainya. Jika seseorang tidak memiliki kesadaran akan orientasi ruang dan waktu maka orang itu gila. Manipulasi waktu misalnya, ketika kita berpikir tentang diri kita, darimana asal kita? Dari masa depan, artinya kita disini merupakan sosok yang sedang berusaha mencapai cita-cita kita di masa depan, dengan merencanakan dan melaksanakan rencana untuk mendapatkan impian kita di masa depan, semua yang dilakukan disesuaikan dengan cita-cita di masa depan. Manipulasi ruang misalnya, rumahku istanaku, artinya bukan berarti rumahnya berbentuk istana akan tetapi ketika dalam rumah mendapatkan rasa nyaman selayaknya berada di istana.
Filsafat itu belajar menjadi peka dengan paham terhadap dimensi ruang dan waktu, sopan santun terhadap dimensi ruang dan waktu, dengan menggunakan bahasa analogi, karena bahasa analog mampu mengkomunikasikan unsur-unsur dalam dimensi yang berbeda. Budaya berkembang karena adanya bahasa analog. Secara filsafat, menggunakan bahasa analog juga muncul sebagai akibat dari kekurangan manusia itu sendiri, sehingga terdapat penyakit bahasa, satu kata memiliki banyak makna dan satu makna memiliki banyak kata yang dapat digunakan, inilah bahasa analog. Tanpa bahasa analog kita tidak bisa berfilsafat, karena tidak ada penghubung yang menjadi penjelas. Misalnya ketika berbicara kepada orang yang lebih tua atau orang yang lebih muda tentu menggunakan pilihan kata yang berbeda karena mereka memiliki dimensi yang berbeda.
Contoh bahasa analog, merah artinya berani, putih artinya suci, atau misalnya pada tradisi orang jawa saat lebaran membuat ketupat, ketupat itu dianalogikan dari lepat yang maknanya adalah mohon maav dari semua kesalahan.   Contoh lain misalnya, aku adalah wajahku, itu merupakan bahasa analog yang mungkin artinya bahwa dirinya merupakan cerminan dari pikiran dan tingkah lakunya.
Jadi, dalam penggunaan bahasa analog itu yang terpenting adalah bagaimana kita memberikan makna didalamnya atau penjelasannya.
Kita mengenal noumena, intuisi, dan metafisika dalam filsafat. Ketiga hal tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1.      Immanuel Kant membagi dua bagian ada, pertama yang bisa dilihat oleh panca indera disebut Phenomena, sedangkan yang kedua yang tidak dapat diindera disebut noumena. Noumena itu merupakan pembagian, yang bisa dipikir tapi tidak bisa dilihat. Contoh, apakah tuhan itu ada? Tentu saja ada, buktinya kita mendengar suara adzan, tidak hanya mendengar tapi kita kerjakan solat, hal itu menunjukan  bahwa Tuhan itu ada, walaupun tidak dapat di indera. Inilah yang disebut dengan noumena.
2.      Intuisi merupakan ekspresi mengerti tetapi tidak bisa diungkapkan, namun tetap meyakini kebenarannya. Sebagai ilustrasi, kata cinta, setiap orang bisa mendefinisikan cinta secara tepat dan setiap orang memiliki definisi yang berbeda tentang cinta, bahkan ada yang tidak dapat mendefinisikan cinta, tapi kita tau dan merasakan apa itu cinta. Implikasi dalam pembelajaran, yang harus diperhatikan bahwa dunia anak itu penuh dengan intuisi, mereka mengerti tapi tidak bisa dikatakan. Mereka bisa membedakan jauh, dekat, tetapi tidak dapat mendefinisikan. Oleh karena itu, guru matematika di Sekolah Dasar (SD) masih didominasi oleh intuisi dalam proses pembelajaran. Intuisi bisa diukur dengan menggunakan indikator/karakteristik. Prof. Dr. Marsigit, M.A., menyatakan bahwa separuh dunia masih dipenuhi dengan intuisi tidak semua dapat didefinisikan.
3.      Istilah metafisika dikemukakan oleh Aristoteles, meta itu artinya setelah, metafisika berarti setelah fisika. Pengertian metafisika secara ontologi dalam filsafat yaitu makna dibalik sesuatu, secara sadar maupun tidak sadar manusia memahami atau mengalami metafisik. Sebagai ilustrasi, jilbab itu merupakan penutup kepala secara fisik berupa kerudung, tetapi dibalik itu jilbab merupakan penutup aurat yang seharusnya tidak diperlihatkan bagi seorang perempuan atau merupakan lambang kecantikan dari seorang perempuan. Struktur bangunan vertikal dan mendatar, kesepahaman yang tidak ditulis itulah filsafat normatif, artinya dibalik makna ada makna, yang disebut metafisik. Metafisika banyak digunakan dalam pembelajaran matematika, bukan hanya terfokus pada hapalan tetapi harus mengetahui makna dibalik dalil atau teorema dalam matematika. Jadi, aplikasi dari metafisika yaitu penggunaan model pembelajaran yang meaningful dalam pembelajaran matematika.
            Berfilsafat itu bersifat intensif (sedalam-dalamnya) dan ekstensif (seluas-luasnya). Rene Descartes menyatakan “ Aku berpikir, maka aku ada”, untuk membuktikan keberadaan yang tidak ada dengan cara berpikir dan bertanya, sehingga bisa membedakan antara mimpi dengan dunia nyata. Sebagai ilustrasi, keberadaan Indonesia dalam konferensi internasional ada tetapi keberadaannya dianggap tidak ada, karena hanya diam dan tidak memberikan kontribusi masukan, baik berupa masukan, pertanyaan atau protes,  sehingga dianggap tidak ada. Jadi, agar kita ada maka harus banyak membaca sehingga kita berpikir dan bertanya.
Tidak ada itu memiliki arti tidak dapat dilihat, tidak dapat disentuh, dan tidak dapat didengar. Ada itu bermacam-macam dan berdimensi. Objek filsafat bukan terfokus kepada sulit atau tidak sulit sesuatu hal dipikirkan, akan tetapi bergantung kepada kemampuan kita dalam memikirkannya. Apakah alat yang digunakan benar? Apakah wadahnya benar? Karena untuk memikirkan sesuatu kita harus memiliki alat bisa berupa pengetahuan dan wadah berupa tempat, situasi, atau waktu yang tepat untuk memikirkan dan mengungkapkannya. Jangan sampai memikirkan dan mengungkapkan sesuatu tidak pada tempatnya, karena isi tanpa wadah itu berarti kosong.
Hakekat filsafat itu salah tafsir, atau tafsiran yang disalah-salahkan, dengan demikian kita dapat berpikir kritis. Akan tetapi, proses berpikir kritis dalam penafsiran tersebut harus memperhatikan Etik dan estetika, ditujukan bagi kebaikan dan kemaslahatan umat manusia. Tidak merupakan penafsiran yang asal dan menyesatkan. Sebagai ilustrasi, kita dapat menganalisis mengenai permen kurikulum 2013, kita harus berpikir kritis sehingga mampu menemukan kesalahan didalamnya dengan tujuan untuk memperbaiki. 
Diatas payung filsafat masih ada payung spiritual, segala sesuatu hendaknya kita kembalikan pada spiritual sebagai fondasi dan muara. Pertanyaan kemana manusia setelah mati? Tentunya sebagai seorang muslim, sesuai dengan surat Al-Baqoroh ayat 156, yang artinya “...Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jualah kami kembali”. Namun, surga atau neraka yang dituju bergantung pada amalan yang kita lakukan selama di dunia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada itu ada tiga macam, yaitu : ada, mengada, dan pengada. Mengada merupakan usaha agar kita mendapatkan pengada(hasil). Dengan demikian keberadaan itu penting, seperti yang diungkapkan Rene Descartes “ Aku berpikir, maka aku ada “. Keberadaan kita ada jika kita berpikir, dan berpikir dapat ada jika kita membaca. Sebagai mahasiswa hendaknya kita memaksimalkan olah pikir kita sehingga bisa menghasilkan suatu karya yang mampu menunjukan keberadaan kita.


Kamis, 12 September 2013

Makna

Lahaula wala kuwwata illa billah.. sebuah kalimat yang sederhana.. tapi syarat dengan makna.
mari kita renungkan...