Rabu, 13 November 2013

Analitik-a priori,sintetik a posteriori, dan sintetsis a priori



Refleksi 3 Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Kamis, 7 November  2013
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Marsigit, M.A.

Nama : Milah Nurkamilah
NIM     : 13709251083
PPs UNY Pendidikan Matematika Kelas B 2013

Analitik-apriori,sintetik aposteriori, dan sintetsis apriori
Filsafat berawal dari sesuatu yang ada. salah satunya  ada ini bersifatfat tetap dan bersifat berubah.  Sebagai contoh, manusia tetaplah manusia, dari lahir sampai meninggal kita tetaplah manusia, yang berubah dari manusia adalah, pertumbuhan diri, pakaian, berat badan dan sikap bergantung pada pengalaman hidup dari langkah-langkah yang diambil sebagai keputusan dalam menjalani hidupnya. Ada yang sifatnya tetap yang berawal dari segala sesuatu yang bersifat ide, maka lahirlah aliran idealisme yang kemudian berkembang menjadi rasionalisme. Ada yang sifatnya tetap ini menggunakan logika sebagai landasannya, atau segala sesuatu dapat dipikirkan menggunakan logika atau ada dalam pikiran kita. Sehingga tetap itu merupakan ssesuatu yang koheren, yaitu merupakan pengaturan secara rapi kenyataan, gagasan, fakta, dan ide menjadi menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memhami pesan yang yang dihubungkan. Tetap juga bersifat konsisten, dan analitik apriori.
Analitik tidak memberi pengetahuan baru, subjek dan predikat adalah sama, makna predikat sudah ada di subjek. Apriori sebelum pengalaman atau bersifat universal, dapat dipikirkan menggunakan logika atau ada dalam pikiran kita. Universal dikatakan tidak pernah dialami secara a posteriori atau pengalaman. Jadi segala pengetahuan dapat ditentukan dengan pikiran dan sifatnya universal. Contoh hubungan sebab akibat.
Ada yang sifatnya berubah berawal dari sesuatu yang real. Sehingga muncul aliran realisme. Ada yang sifatnya berubah berawal dari pengalaman, pengetahuan merupakan sesuau hasil dari pengalaman seseorang. Sehingga ada yang berubah ini, dari realisme berkembang aliran empirisme. Ada yang berubah ini sifatnya sintetik –aposteriori, sintetik berkaitan dengan memberikan informasi baru, subjek dan predikat adalah dua hal yang berbeda, dua hal yang berbeda tetapi ia bukanlah pengetahuan karena bersifat partikular. A posteriori setelah pengalaman , ia adalah pengalaman indera dan bersifat partikular.
Rasionalisme saling berhadapan dengan empirisme. Terjadi pertentangan antara kedua pihak mengenai segala pandangan dalam mencari yang hakiki. Dari sinilah muncul zaman modern.
Menurut immanuel kant, analitik apriori bukan ilmu, dan sintetik aposteriori juga bukan merupakan ilmu. Mereka hanya merupakan separuh ilmu, agar menjadi ilmu yang utuh maka analitik apriori diturunkan sedikit, sedangkan sintesis a posteriori dinaikkan, sehingga ilmu yang utuh itu adalah sintesis apriori. Sintesis apriori menurut kant pengetahuan harus permanen dan sifatnya universal. Ia permanen tetapi tidak memberikan pengetahuan baru. Pengetahuan adalah yang diambil dari pengalaman pribadi yang partikular tapi saat yang sama bentuknya harus bisa di universalkan.
Contoh jika seseorang tercabik-cabik  oleh singa pasti ketakutan dan sakit hal ini merupakan sintesis karena tercabik-caik dengan sakit dan takut itu berbeda ,  takut berasal sakit berasal dari pengalaman, sedangkan seseorang jika dicabik-cabik singa pasti merasa takut dan sakit. Sifatnya universal, karena setiap orang pasti akan akan memikirkan hal yang sama, yaitu jika tercabik-cabik oleh singa pasti ketakutan dan terasa sakit. Contoh lain, . orang kalo dihina pasti tersinggung, dihina berbeda dengan tersinggung sintesis), tetapi itu sifatnya universal, karena jika seseorang dihina pasti tersinggung. 
Jika dikaitkan dengan matematika, analitik apriori merupakan matematika murni, karena didasarkan atau dapat dilakukan oleh pemikiran orang dewasa. Sedangkan sintetsis aposteriori merupakan pemikiran dari dunia anak-anak, penuh dengan intuisi. Sehingga dalam proses pembelajarna matematika disekolah, pendekatan yang dilakukan harus melihat siapa objek dan subjek belajar dalam pembelajaran tersebut. Tidak bisa materi atau pendekatan matematika yang diajarkan pada tingkat sekolah tinggi, memiliki kadar yang sama dan cara yang sama dengan mengajarkan matematika di sekolah dasar dan menengha. Begitu pula antara sekolah dasar dan menengah perlu adanya suatu rancangan materi dan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan aspek tersebut.

Rabu, 16 Oktober 2013

Refleksi 2 : " Pasrah tidak sama dengan menyerah "



Refleksi 2 Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Kamis, 10 Oktober  2013
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Marsigit, M.A.

Nama : Milah Nurkamilah
NIM     : 13709251083
PPs UNY Pendidikan Matematika Kelas B 2013


“Pasrah tidak sama dengan menyerah “

Kondisi yang tidak sesuai dengan harapan, atau kondisi yang tidak menguntungkan pasti semua orang pernah mengalaminya. Namun apa yang dapat dilakukan ketika berhadapan dengan hal tersebut? Apakah hanya satu pilihan Mengatakan bahwa ini adalah nasib buruk saya... sungguh jelek sekali nasib saya.. saya pasrah dengan keadaan ini,  tentu itu bukan merupakan satu-satunya jalan. Misalnya seseorang yang sehat kemudian pada suatu saat dia sakit, kemudian setelah diperiksa ke dokter ternyata dia mengidap penyakit yang berbahaya, hingga ia lemas ketika mendengar tentang kondisinya. Mungkin untuk sesaat akan ada saat dia berproses menerima kenyataan yang dihadapinya, berhenti sejenak dari aktifitas untuk memikirkan langkah selanjutnya. Namun setelah itu, langkah mana yang akan diambil? Apakah sejak saat itu ia hanya diam dan tidak beraktifitas? Hidup tapi tidak memiliki semangat hidup, dan mengatakan bahwa ia pasrah dengan keadaan itu, tetapi di lain sisi dia mengutuki keadaannya yang bernasib buruk? Menyalahkan nasib dan takdir, yang akhirnya malah membuatnya semakin sakit. Atau kah ada pilihan yang lain ? menerima kenyataan yang ada, dengan tetap beraktifitas seperti biasa tetapi dibarengi dengan ikhtiar berobat dan melakukan hal-hal yang dapat menjaga kesehatannya, tidak hanya diam tetapi tetap bergerak dan beraktifitas, bersosialisasi, dan tetap bersyukur walaupun itu menjadi takdirnya dia menerima dengan lapang dada, setidaknya dia masih tetap hidup dan mampu melakukan banyak hal yang bermanfaat, tidak larut dalam kesedihan walalupun rasa sedih dan takut secara manusiawi pasti ada, tapi malah membuat kondisi kesehatannya semakin membaik.
Dua kondisi pilihan tersebut memberikan ilustrasi tentang apa itu pasrah, Apakah pilihan yang pertama itu pasrah atau malah pilihan kedua yang disebut pasrah ? pasrah bisa memiliki arti negatif dan arti postif. Pasrah yang diartikan hanya menggantungkan diri pada nasib, dan tidak berusaha memperbaiki keadaan itu merupakan pasrah yang memiliki arti negatif (fatalisme). Tapi itu bukanlah pasrah yang sebenarnya pasrah, pasrah merupakan suatu keadaan dimana seseorang telah berusaha dengan semaksimal mungkin untuk mendapatkan tujuannya, berjuang dengan apa yang terbaik yang dia bisa, setelah semua usaha atau ikhtiar tersebut ia serahkan hasilnya kepada Alloh, yang penting dia telah melakukan yang terbaik yang ia bisa. Dengan menetapkan hati sebagai komandannya, menempatkan spiritual sebagai basis, payung dan tujuan sehingga hasil apapun yang nampak dia terima dengan legowo.
            Pasrah terhadap nasib dan tidak melakukan apapun itu bukanlah pasrah, tapi menyerah. Pasrah tidak sama dengan menyerah, karena menyerah berarti berhenti melakukan ikhtiar, tetapi yang harus dilakukan adalah terus berikhtiar semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang terbaik dan memasrahkan hasilnya pada Alloh yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kunci utama agar seseorang tidak hanya sekedar menyalahkan nasib adalah memiliki kesadaran, tanpa kesadaran maka seseorang akan sulit menerima kenyataan yang dihadapi. Kesadaran bahwa manusia memang tidak sempurna, karena kesempurnaan hanya milik-Nya. Kesadaran akan ketidaksempurnaan akan memudahkan seseorang menerima kenyataan yang mungkin tidak sesuai dengan harapan. Kesadaran akan ketidaksempurnaa ini pula akan menjadikan kita lebih peka dan mengerti bahwa ada yang tidak sempurna lainnya yang dapat melengkapi kita dan kita lengkapi. Dengan memiliki kesadaran, maka kita akan senantiasa bersyukur atas semua nikmat yang diberikan oleh Alloh dengan semua tahapan proses yang harus dilewati baik itu lurus, berbelok, mudah ataupun susah sekalipun. Pada saat kita bersyukur disanalah kita menampatkan pasrah sesuai pada porsinya, porsi dimana kita menyadari bahwa kita tidak memiliki kekuatan apapun selain karena Alloh swt, manusia hanya mampu berkehendak tapi Alloh yang menetapkan, sehingga apapun hasilnya kita terima. Hanya perlu keyakinan, bahwa jika kita telah berusaha dengan baik insyaalloh hasilnya pun baik bagi kita.
            Jadi, dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupan manusia akan dihadapkan pada beberapa kondisi yang dapat ia pilih, karena itu manusia tidak dapat lepas dari metode berpikir reduksi. Metode berpikir reduksi artinya ada yang terpilih dan ada yang tereliminasi. Metode berpikir reduksi dapat menjadi senjata yang ampuh sekaligus berbahaya, artinya manusia bisa survive karena kemampuannya dalam memilih jalan yang tepat, sebaliknya terkadang manusia mengalami masa yang sulit yang tidak dia sukai karena salah memilih langkah dalam hidupnya, misalnya saja memilih teman atau pasangan hidup, dan juga memilih sudut pandang mana yang akan diambil ketika mengahdapi suatu permasalahan yang tengah dihadapi. Berfikir merupakan alat yang penting dalam memilih, tetapi jangan dilupakan peran hati sebagai komandan juga penting dalam menentukan tindakan akan sesuatu. Karena seperti kita tahu di atas langit filsafat masih ada langit spiritual. Terkadang kondisi yang tidak sesuai harapan menyebabkan orang menyalahkan takdir, hal itu karena ia tidak mampu menerima apa yang telah Alloh takdirkan untuknya, sehingga sisi baiknya tidak terlihat namun yang dirasakan dan ia dapatkan hanyalah kegagalannya, hal itu karena manusia terkadang lupa bahwa ia adalah makhluk yang tidak sempurna. Untuk itu mari senantiasa kita bersyukur dengan segala ketidaksempurnaan yang kita miliki, dan senantiasa berdoa kepadanya, mengingatnya dalam keadaan apapun.
            Dengan demikian, ketika kita dihadapkan akan satu kondisi yang sulit ketika kita sedang berusaha menggapai tujuan, mana yang akan kita pilih? Pasrah kemudian menyerah ? atau tetap berikhtiar dengan semaksimal mungkin tetapi dalam keadaan pasrah (karena pasrah tidak sama dengan menyerah) ?



Sumber bacaan :
http://powermathematics.blogspot.com

Rabu, 25 September 2013

Refleksi 1 : “ Aku berpikir, maka aku ada “



Nama   : Milah Nurkamilah
NIM    : 13709251083
PPs UNY Pendidikan Matematika Kelas B 2013

Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Kamis, 19 September 2013
Dosen : Prof. Dr. Marsigit, M.A.


“ Aku berpikir, maka aku ada “

Berfilsafat itu melakukan olah pikir, cara berfilsafat setiap orang itu berbeda, bergantung pada latar belakang masing-masing orang. Cara berfilsafat orang beragama berbeda dengan yang tidak beragama, cara berfilsafat orang islam berbeda dengan cara berfilsafat orang yahudi, dan berbeda suku juga membedakan cara berfilsafat mereka. Jadi berfilsafat itu sesuai dengan konteksnya. Berfilsafat berarti melakukan olah pikir yang masih terbuka spiritualnya termasuk nonspiritualnya, oleh karena itu hendaknya meletakkan dasar spiritual sebagai fondasi dan muara ketika berfilsafat. Berfilsafat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, karena berfilsafat merupakan kegiatan olah pikir atau menggunakan pikiran, jika tidak berfilsafat atau tidak menggunakan pikiran berarti sama dengan orang gila karena orang gila tidak menggunakan pikirannya dalam bertindak atau pikirannya terganggu. Akan tetapi, supaya berfilsafat terarah dan tidak salah, maka lakukan filsafat yang bersifat reflektif (bertanya mengapa dan bagaimana) serta kembalikan pada spiritual, karena diatas langit filsafat masih ada langit spiritual.
Berfilsafat harus memiliki kesadaran diri sendiri terhadap orientasi ruang dan waktu. Berfilsafat berarti melakukan manipulasi ruang dan waktu, ruang itu bukan ruangan seperti kelas, tetapi sebagai ilustrasi kepala merupakan ruang bagi pikiran, baju merupakan ruang, dan lain sebagainya. Jika seseorang tidak memiliki kesadaran akan orientasi ruang dan waktu maka orang itu gila. Manipulasi waktu misalnya, ketika kita berpikir tentang diri kita, darimana asal kita? Dari masa depan, artinya kita disini merupakan sosok yang sedang berusaha mencapai cita-cita kita di masa depan, dengan merencanakan dan melaksanakan rencana untuk mendapatkan impian kita di masa depan, semua yang dilakukan disesuaikan dengan cita-cita di masa depan. Manipulasi ruang misalnya, rumahku istanaku, artinya bukan berarti rumahnya berbentuk istana akan tetapi ketika dalam rumah mendapatkan rasa nyaman selayaknya berada di istana.
Filsafat itu belajar menjadi peka dengan paham terhadap dimensi ruang dan waktu, sopan santun terhadap dimensi ruang dan waktu, dengan menggunakan bahasa analogi, karena bahasa analog mampu mengkomunikasikan unsur-unsur dalam dimensi yang berbeda. Budaya berkembang karena adanya bahasa analog. Secara filsafat, menggunakan bahasa analog juga muncul sebagai akibat dari kekurangan manusia itu sendiri, sehingga terdapat penyakit bahasa, satu kata memiliki banyak makna dan satu makna memiliki banyak kata yang dapat digunakan, inilah bahasa analog. Tanpa bahasa analog kita tidak bisa berfilsafat, karena tidak ada penghubung yang menjadi penjelas. Misalnya ketika berbicara kepada orang yang lebih tua atau orang yang lebih muda tentu menggunakan pilihan kata yang berbeda karena mereka memiliki dimensi yang berbeda.
Contoh bahasa analog, merah artinya berani, putih artinya suci, atau misalnya pada tradisi orang jawa saat lebaran membuat ketupat, ketupat itu dianalogikan dari lepat yang maknanya adalah mohon maav dari semua kesalahan.   Contoh lain misalnya, aku adalah wajahku, itu merupakan bahasa analog yang mungkin artinya bahwa dirinya merupakan cerminan dari pikiran dan tingkah lakunya.
Jadi, dalam penggunaan bahasa analog itu yang terpenting adalah bagaimana kita memberikan makna didalamnya atau penjelasannya.
Kita mengenal noumena, intuisi, dan metafisika dalam filsafat. Ketiga hal tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1.      Immanuel Kant membagi dua bagian ada, pertama yang bisa dilihat oleh panca indera disebut Phenomena, sedangkan yang kedua yang tidak dapat diindera disebut noumena. Noumena itu merupakan pembagian, yang bisa dipikir tapi tidak bisa dilihat. Contoh, apakah tuhan itu ada? Tentu saja ada, buktinya kita mendengar suara adzan, tidak hanya mendengar tapi kita kerjakan solat, hal itu menunjukan  bahwa Tuhan itu ada, walaupun tidak dapat di indera. Inilah yang disebut dengan noumena.
2.      Intuisi merupakan ekspresi mengerti tetapi tidak bisa diungkapkan, namun tetap meyakini kebenarannya. Sebagai ilustrasi, kata cinta, setiap orang bisa mendefinisikan cinta secara tepat dan setiap orang memiliki definisi yang berbeda tentang cinta, bahkan ada yang tidak dapat mendefinisikan cinta, tapi kita tau dan merasakan apa itu cinta. Implikasi dalam pembelajaran, yang harus diperhatikan bahwa dunia anak itu penuh dengan intuisi, mereka mengerti tapi tidak bisa dikatakan. Mereka bisa membedakan jauh, dekat, tetapi tidak dapat mendefinisikan. Oleh karena itu, guru matematika di Sekolah Dasar (SD) masih didominasi oleh intuisi dalam proses pembelajaran. Intuisi bisa diukur dengan menggunakan indikator/karakteristik. Prof. Dr. Marsigit, M.A., menyatakan bahwa separuh dunia masih dipenuhi dengan intuisi tidak semua dapat didefinisikan.
3.      Istilah metafisika dikemukakan oleh Aristoteles, meta itu artinya setelah, metafisika berarti setelah fisika. Pengertian metafisika secara ontologi dalam filsafat yaitu makna dibalik sesuatu, secara sadar maupun tidak sadar manusia memahami atau mengalami metafisik. Sebagai ilustrasi, jilbab itu merupakan penutup kepala secara fisik berupa kerudung, tetapi dibalik itu jilbab merupakan penutup aurat yang seharusnya tidak diperlihatkan bagi seorang perempuan atau merupakan lambang kecantikan dari seorang perempuan. Struktur bangunan vertikal dan mendatar, kesepahaman yang tidak ditulis itulah filsafat normatif, artinya dibalik makna ada makna, yang disebut metafisik. Metafisika banyak digunakan dalam pembelajaran matematika, bukan hanya terfokus pada hapalan tetapi harus mengetahui makna dibalik dalil atau teorema dalam matematika. Jadi, aplikasi dari metafisika yaitu penggunaan model pembelajaran yang meaningful dalam pembelajaran matematika.
            Berfilsafat itu bersifat intensif (sedalam-dalamnya) dan ekstensif (seluas-luasnya). Rene Descartes menyatakan “ Aku berpikir, maka aku ada”, untuk membuktikan keberadaan yang tidak ada dengan cara berpikir dan bertanya, sehingga bisa membedakan antara mimpi dengan dunia nyata. Sebagai ilustrasi, keberadaan Indonesia dalam konferensi internasional ada tetapi keberadaannya dianggap tidak ada, karena hanya diam dan tidak memberikan kontribusi masukan, baik berupa masukan, pertanyaan atau protes,  sehingga dianggap tidak ada. Jadi, agar kita ada maka harus banyak membaca sehingga kita berpikir dan bertanya.
Tidak ada itu memiliki arti tidak dapat dilihat, tidak dapat disentuh, dan tidak dapat didengar. Ada itu bermacam-macam dan berdimensi. Objek filsafat bukan terfokus kepada sulit atau tidak sulit sesuatu hal dipikirkan, akan tetapi bergantung kepada kemampuan kita dalam memikirkannya. Apakah alat yang digunakan benar? Apakah wadahnya benar? Karena untuk memikirkan sesuatu kita harus memiliki alat bisa berupa pengetahuan dan wadah berupa tempat, situasi, atau waktu yang tepat untuk memikirkan dan mengungkapkannya. Jangan sampai memikirkan dan mengungkapkan sesuatu tidak pada tempatnya, karena isi tanpa wadah itu berarti kosong.
Hakekat filsafat itu salah tafsir, atau tafsiran yang disalah-salahkan, dengan demikian kita dapat berpikir kritis. Akan tetapi, proses berpikir kritis dalam penafsiran tersebut harus memperhatikan Etik dan estetika, ditujukan bagi kebaikan dan kemaslahatan umat manusia. Tidak merupakan penafsiran yang asal dan menyesatkan. Sebagai ilustrasi, kita dapat menganalisis mengenai permen kurikulum 2013, kita harus berpikir kritis sehingga mampu menemukan kesalahan didalamnya dengan tujuan untuk memperbaiki. 
Diatas payung filsafat masih ada payung spiritual, segala sesuatu hendaknya kita kembalikan pada spiritual sebagai fondasi dan muara. Pertanyaan kemana manusia setelah mati? Tentunya sebagai seorang muslim, sesuai dengan surat Al-Baqoroh ayat 156, yang artinya “...Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jualah kami kembali”. Namun, surga atau neraka yang dituju bergantung pada amalan yang kita lakukan selama di dunia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada itu ada tiga macam, yaitu : ada, mengada, dan pengada. Mengada merupakan usaha agar kita mendapatkan pengada(hasil). Dengan demikian keberadaan itu penting, seperti yang diungkapkan Rene Descartes “ Aku berpikir, maka aku ada “. Keberadaan kita ada jika kita berpikir, dan berpikir dapat ada jika kita membaca. Sebagai mahasiswa hendaknya kita memaksimalkan olah pikir kita sehingga bisa menghasilkan suatu karya yang mampu menunjukan keberadaan kita.


Kamis, 12 September 2013

Makna

Lahaula wala kuwwata illa billah.. sebuah kalimat yang sederhana.. tapi syarat dengan makna.
mari kita renungkan...